CERPEN "LELAKI YANG MENDERITA BILA DIPUJI" KARYA AHMAD TOHARI

  LELAKI YANG MENDERITA BILA DIPUJI Karya : Ahmad Tohari Mardanu seperti kebanyakan lelaki, senang bila dipuji. Tetapi akhir-akhir ini dia merasa risi bahkan seperti terbebani. Pujian yang menurut Mardanu kurang beralasan sering diterimanya. Ketika bertemu teman-teman untuk mengambil uang pensiun, ada saja yang bilang, “Ini Mardanu, satu-satunya teman kita yang uangnya diterima utuh karena tak punya utang.” Pujian itu sering diiringi acungan jempol. Ketika berolahraga jalan kaki pagi hari mengelilingi alun-alun, orang pun memujinya, “Pak Mardanu memang hebat. Usianya tujuh puluh lima tahun, tetapi badan tampak masih segar. Berjalan tegak, dan kedua kaki tetap kekar.” Kedua anak Mardanu, yang satu jadi pemilik kios kelontong dan satunya lagi jadi sopir truk semen, juga jadi bahan pujian, “Pak Mardanu telah tuntas mengangkat anak-anak hingga semua jadi orang mandiri.” Malah seekor burung kutilang yang dipelihara Mardanu tak luput jadi bahan pujian. “Kalau bukan Pak Mardanu

CERITA PENDEK TENTANG CINTA


Setangkai  Mawar  untuk  Amanda
                                                                                                 oleh:  Ai  Umay  Nurjanah

            Di  antara  mereka bertiga, hanya  Amanda sendiri  yang belum punya pacar. Padahal Amanda memiliki wajah yang sangat cantik. Postur tubuhnya ideal bak peragawati. Belum lagi otaknya yang encer. Membuat pacar cewek di sekelilingnya menjadi iri. Cowok-cowok di sekolahnya  pun berebut untuk berusaha mengambil hatinya. Tapi semua usaha yang dilakukan semua cowok hasilnya nihil. Hal ini membuat Nasya dan Reika menjadi resah. Bukan karena apa-apa, tapi kesendirian Amanda selalu membuat malam minggu mereka jadi kacau. Bila tidak menelpon berjam-jam, dia akan datang ke rumah Nasya atau Reika secara tiba-tiba. Tentu saja hal ini membuat mereka terkejut dan salah tingkah. Bila mereka meninggalkan kekasihnya sendirian, gak enak. Bila tidak melayani Amanda, pasti dia akan bersedih. Tidak adil kan? Masa, sewaktu mereka masih sama-sama “lajang”, hampir setiap hari mereka main ke rumah Amanda. Apalagi selama ini mereka bertiga selalu mengalami suka duka bersama.
            Pernah pada suatu hari Nasya mencoba untuk membuat Amanda mengerti akan semua tingkah lakunya yang selalu membuat malam minggu dia kacau. Tapi reaksi Amanda justru negatif. Dia merasa tersinggung dan menganggap kalau Nasya sekarang tidak ingin lagi berteman dengan dirinya. “Huh mentang-mentang sudah punya pacar!” katanya sambil bersungut-sungut. Nasya hanya menarik nafas panjang. Tapi setelah itu, mereka berdua akur kembali. Hubungan mereka pun semakin erat, layaknya dua orang sahabat yang baru dipertemukan kembali setelah sekian lama berpisah.
            Cerita Reika lain lagi. Dia pernah menanyakan pada Amanda, kenapa sampai saat ini belum satu pun cowok yang dapat memikat hatinya.
            “Gak ada yang cocok sih,” jawab Amanda singkat.
            “ Ya…Gimana gak cocok, kriteria cowok yang kamu patok itu kan terlalu kebanyakan.”
            “Lho, aku kan gak bisa nerima cowok gitu aja?”
            “Iya…Tapi di dunia ini gak ada yang sempurna Non…Jangan terlalu banyak memilih …”
            “Siapa bilang?!” semprot Amanda.
            Dan Reika hanya bisa mencibir. Sifat Amanda yang suka “pulah-pilih” cowok memang bukan lagi hal yang baru. Ketika Roby sang ketua OSIS menyatakan cintanya, Amanda justru menolaknya mentah-mentah. Alasannya, karena Tubuhnya kurus dan kurang tinggi. Sefi anak kelas XI IA 2 pun nasibnya sama. Bahkan lebih buruk dibandingkan cowok-cowok lain yang pernah mendekati Amanda. Belum sempat Sefi menyatakan cinta, eee…Amanda sudah lari terbirit-birit. Padahal Sefi termasuk dalam daftar tiga orang terganteng di sekolah. Siapa yang gak bangga coba? Tapi Amanda justru menampiknya. Alasannya karena sefi “bermata empat” dan Amanda kurang suka sama cowok yang berkaca mata. Kalau dari dulu Sefi pakai lensa, mungkin ceritanya bakalan lain. Hm…kasihan Sefi. Hanya puisi-puisinyalah yang selalu menemaninya dan menghiasi majalah dinding setiap hari. Tentu saja puisi itu ditujukan untuk Amanda, dan kebanyakan puisinya berkisar tentang kelukaan dan kesedihan. Pokoknya, Amanda sudah membuat banyak cowok yang jatuh bangun dan menderita karena cintanya ditolak. Mulai dari Roy, Raka, Andre, Firman, Adi, Niko, d-l-l. Aduh… pokoknya telalu banyak dech kalo disebutin.
            Alasan penolakan Amanda pada umumnya sama. “Gak cocok!” Terlalu hitamlah, terlalu pendeklah, terlalu pendiamlah, terlalu pemalulah, berkacamata terlalu teballah, gak pintarlah, gak gaullah, kurang ini lah, kurang itu lah pokoknya alasan-alasan yang sepele. Hingga Nasya dan Reika pun menjadi bosan untuk menasehati Amanda. Sejak saat itu, Amanda dikenal dengan sebutan gadis misterius dan menyandang gelar putri salju. Para cowok yang pernah mendekatinya  akhirnya mundur teratur, walau dalam hati mereka masih tersimpan sekerat cinta untuk Amanda.

* * *
Akhir-akhir ini Amanda resah dan gelisah, karena sekarang gak satu pun cowok yang berani mendekatinya lagi. Sering Amanda mengamati dirinya di cermin. Tapi menurutnya tidak ada satu pun yang berubah. Wajahnya masih tetap mulus dan cantik. Gak ada tanda-tanda kemunculan “bintang” di sana. Bodinya juga masih tetap seksi. Tapi…kenapa ya? Huh…dia jadi iri melihat kebahagiaan Nasya dan Reika. Dia pun merasa jenuh dan bosan dengan kesendiriannya.
            Wajah Amanda yang terlihat murung dan berkabut, mau tidak mau membuat Nasya dan Reika menjadi penasaran. Karena tidak seperti biasanya Amanda berwajah murung. Walau selama ini dia belum punya pacar, tapi wajahnya selalu menunjukkan keceriaan. Ketika bel istirahat berbunyi, Amanda pun tidak beranjak dari kursinya. Nasya dan Reika saling bertatapan, beribu pertanyaan melonjak-lonjak di benak mereka masing-masing. Secara bersamaan, mereka akhirnya menghampiri Amanda.
            “Kenapa Non?” tanya Reika.
            “Aku sudah memutuskan.”
            “Memutuskan? Memutuskan apa?” tanya Nasya.
            “Aku sudah memutuskan, bahwa mulai detik ini aku akan nerima cowok apa adanya.”
            “Hah? Emangnya kenapa?” tanya Reika dan Nasya hampir bersamaan.
            “Lho, kalian gak seneng ya kalau aku dapat pacar?”
            “Bukan begitu. Tapi…apa gak salah nih? Kriteria yang kamu patok itu kan banyak. Kalau nanti gak cocok gimana?”
“Ya…gak apa-apa. Seperti yang kamu bilang, ketidakcocokan itu adalah suatu resiko yang harus ditanggung ketika dua insan yang berbeda saling berhubungan. Masalahnya, apa kita berani untuk mencoba mamahami perbedaan itu atau tidak. Begitu kan? Lagi pula aku bosan sendirian.”
“He-em…sih, tapi kamu kan lain…” timpal Reika
“Lain apanya?!”
“Ah gak, gak jadi denk. So, rencana kamu sekarang gimana?”
“Hm…gini, aku pasti akan nerima cowok, tapi yang pertama kali ngasih bunga mawar ke aku. Simpel kan?”
“Cuma itu?”
“Hm,”jawab Amanda enteng.
“Walaupun cowok itu kurang tinggi, kamu tetep bakal nerima?”
Yap
“Kalau cowok bermata empat?”
No problem.”
“Kalau cowok itu gak gaul?”
“Oh…itu bisa diatuuurr.”
“Kalau cowok itu gak pintar?”
“Gak masyalah,”jawab Amanda yakin.
“Kalau cowok itu kuper, kurus, kaku, pendiem, item, gak cakep, kamu kan tetep nerima?”
Yap. Tapi…asal dia gak dikasih tahu oleh kalian berdua.”
“Kalau dikasih tahu?”
“Ya gugurlah.”
“Jadi…kesimpulannya, kamu bakal nerima cowok kaya apa pun asal dia ngasih mawar ke kamu?” tanya Nasya.
“Hm…”
“Romantis banget.”
“Biarpun dia bego abis?” timpal Reika.
“Hah, apa?!” jawab Amanda sambil pura-pura marah dan mencubit Reika.
“Auw…” pekik Reika.
Mereka bertiga pun akhirnya tertawa terbahak-bahak mengisi kekosongan ruangan kelas saat itu. Tidak jauh dari sana ada sesosok pria tersenyum bahagia. Kini, puisi-puisinya akan bertaburan dengan bunga-bunga mawar. Siapakah dia?

* * *
















Comments

Popular posts from this blog

KAIDAH KEBAHASAAN TEKS ANEKDOT

Kaidah Kebahasaan Teks Drama

LATIHAN SOAL PAS SEM 1